23 February 2017

pre coass

So here i am 
Sebentar lagi bakal masuk rumah sakit sebagai seorang dokter muda. Tapi istilah dokter muda jarang digunakan kalau di rumah sakit tempat saya menimba ilmu nanti. Lebih sering nya dipanggil coass atau koas. 
Denger dari senior dan semua orang tentang kehidupan coass yang begini begini bla bla mungkin anak kedokteran tau sendiri maksud saya apa.  Dan hal tersebut kadang membuat kita lupa bahwa sebenarnya sebagai coass, kita bukan hanya pesuruh.  Kita benar benar sudah setahap lebih dekat dengan apa yang kita kejar selama ini : jadi dokter. 
Padahal menurut saya kalau kita bener bener menekankan dalam diri kita kalau kita ini dokter muda, the way we talk to medical patient,  the way we examine them , the way we think of their condition or the way we tell the bad news to the family, its gonna be different.  Pasti kita akan lebih merasa bertanggung jawab , empati , dan lebih totalitas.  
Seperti kita tidak terlalu meresapi 'sesungguhnya siapa kita sekarang' sehingga yang kita rasakan hanya lelah, ingin pulang dan bosan . Oke karena saya belum masuk koas , anggaplah saya salah dan hanya ngawur.  Saya memang tidak tau sesungguhnya seprrti apa di lapangan.  Tapi ini yang akan saya bawa ketika saya menjadi coass april nanti. 
Pola pikir dan cara pandang yang optimis dan yakin akan diri saya sendiri , ini yang akan saya bawa selama mengaruhi kehidupan per coass an nanti 
Tentu bukan saya sendiri.  Saya tentu ga akan bisa sendiri menjalani semuanya karena secara fisik, perasaan, dan pemikiran tentu sebagai perempuan apalgi wanita, saya sangat terbatas.  Saya juga sedang menggiatkan diri untuk membaca alkitab dan mengenal Tuhan secara lebih dekat dan peka akan suara Tuhan. 
Peka akan suara Tuhan menurut saya sangat penting. karena suara Tuhan biasanya saya kenali sebagai kata hati , dan saat coass akan ada banyak situasi dimana kita dihadapkan pada pilihan . Kita gabisa minta pendapat siappun saat itu , semua punya masalah dan kesibukannya masing2 , dan orang2 diluat rumah sakit tentu kurang memahami kondisi rumah sakit.  Suara Tuhan yang maha mengetahui segalanya adalah salah satu jaminan bagi saya agar bisa melewati semuanya. 

Sehingga salah satu amunisi yang saya siapkan adalah secara spiritual.  Secara akademik tentu juga sangat penting , tidak boleh ditinggalkan , tapi saya mulai menyadari bahwa ilmu bisa dipelajari, skill bisa dilatih dan yang terpenting , hal tersebut bukanlah yang terutama dan bukab jaminan kesuksesan melewati masa coass yang kata kebanyakan orang : sangat berat.  
Saya merasakannya saat orientasi kemarin. Jujur saya sering bertanya dalam hati apakah memang saya ini pantas dan mampu , atau apakah ini benar passion saya.  Saat saya orientasi dan memiliki pasien untuk pertama kali , yang saya rasakan adalahh : saya merasa saya bertanggung jawab atas hidup orang - orang ini, saya bertanggung jawab agar mereka bisa merasakan kasih Tuhan bagi mereka melalui kesembuhan, saya merasa bertanggungjawab untuk menyampaikan pesan Tuhan di sisa hidup mereka. 
Dan disitulah beberapa kali saya ingin menitikkan air mata. Sungguh saya tidak tau bahwa Tuhan telah mempercayakan tanggung jawab sebesar ini kepada saya. Dari situlah lahir keinginan untuk terus belajar , antusiasme untuk melihat kondisi pasien dan kasus lain untuk menambah pengalaman saya dan mengenali dengan baik kondisi pasien agar dapat menyembuhkan mereka. Disinilah lahir kesungguhan dalam diri saya yang selama ini tidak tumbuh dalam diri saya.
Lucunya , tiba tiba saya merasa bahwa saya menjadi dokter bukan karena kemampuan saya , atau karena saya suka menolong dan suka memperhatikan orang lain. Saya menjadi dokter karena Tuhan ingin saya menjadi pribadi yang lebih baik melalui pasien pasien yang akan saya hadapi. Sungguh indah bagaimana cara Tuhan membentuk hidup saya agar menjadi pribadi yang lebih baik dan menyenangkan hatiNya. 
Saya mulai merasakan perubahan perubahan kecil dalam hidup saya. Saya bersyukur saya menyadarinya. Tanpa kepekaan akan suara Tuhan , mungkin saya tidak akan menyadari hal ini. Hidup dan pribadi saya jauhhhh dari kriteria seorang dokter.  Saya yang introvert akhirnya cenderung individualis dan tidak memperdulikan orang lain. Rasa iba yang sejak lama saya miliki tidak mudah teraktualisasi karena saya introvert dan tidak mudah menunjukkannya.  

Sampai di titik ini.  Saya sudah berkomitmen untuk benar benar total dalam menjalankan hal ini. Saya adalah alat Tuhan untuk menyampaikan banyak hal kepada pasien saya kelak , dan saya siap untuk menghadapi apapun yang orang katakan , seberat apapun itu , saya siap menjalaninya dengan penuh senyuman dan semangat. Karena saya tau saya tidak sendiri , dan jika Tuhan ingin memakai saya , pasti Tuhan akan memperlengkapi saya.  

No comments:

Post a Comment